Khutbah Idul Fitri 2025
Khutbah Idul Fitri 1 Syawal 1446 H Tahun 2025
Khotib: H. Suparno
Tempat: Magelang
Allahu Akbar, Allahu Akbar, La Illaaha Illallahu wallahu Akbar, Allahu Akbar walillaaahil hamd,
Ma'asyiral Muslimin yang berbahagia,
Hari ini kita sekalian yang hadir ditempat ini dan segenap kaum muslimin yang bertaqwa khususnya, bangsa Indonesia pada umumnya, merasa gembira dengan Iedul Fitri ini. Hanya bedanya di satu pihak mereka gembira karena telah dapat menyelesaikan kewajibannya kepada khaliqnya ALLAH SWT. Mereka itulah orang-orang yang muttaqin. Sedang dilain pihak mereka turut bergembira karena sekedar toleransi. Masing-masing mempunyai nilai yang berbeda. Yang pertama berkat ketaqwaannya kepada ALLAH itu wajahnya akan cerah, hatinya membaja dalam menghadapi setiap tantangan hidup, masa depannya penuh dengan optimisme, karena ALLAH ridlo kepadanya dan diapun ridlo kepada ALLAH. Maka rasa gembiranya itu pertama-tama dinyatakan dalam bentuk ucapan takbir. Baginya takbir adalah suatu makanan lezat, lebih lezat dari sekedar lontong atau ketupat, cake atau marie dan aneka minuman yang lezat-lezat dan enak-enak yang biasa dipersiapkan dalam menyambut Ied. Memang tidak semua orang merasakan kelezatan takbir, walaupun mereka lahiriyahnya turut berlebaran, turut bergembira menyambut Hari Raya Ied.
Sebab kelezatan takbir dan tahmid itu tidak dapat dicapai dengan uang beribu tetapi hanya dirasakan oleh setiap hamba ALLAH yang senantiasa berhubungan dengan Dia secara kontinue tidak kontemporer hangat-hangat tahi ayam kata pepatah nenek moyang kita dan dengan cara beribadah ikhlas yang ada aturan rukun dan kaifiyahnya.
Kelezatan takbir dan bertahmid berkehendak kepada penghubungan rohani yang suci murni kepada pertalian batin yang langsung mahluk dengan khaliknya. Maka ibadah puasa sebulan penuh di Bulan Ramadhan yang telah sama-sama kita lakukan itu adalah salah satu dari alat-alat yang mengubungkan pertalian rhani kita dengan ALLAH SWT. Dan kalau rihani itu sudah demikian eratnya hubungannya dengan ALLAH SWT, maka rasanya tiada sebutan yang paling indah melainkan asma ALLAH itu, karena Dialah yang memiliki dirinya ini "INNALILLAHI WA INNA ILAIHI RAAJI'UUN" (Kami ini adalah milik ALLAH dan kepada ALLAH kami akan kembali); dan dirinya dipasrahkan bulat-bulat kepada ALLAH. Dikala itu dia akan merasa banyak sekalipun dia hanya seorang diri, karena kekasihnya itu selalu berada disampingnya dan kekasihnya itu Dzat yang menguasai segenap alam ini; diapun merasa kuat sekalipun dirinya sangat lemah dalam pandangan manusia karena kekasihnya itu Dzat yang Maha Gagah dan Maha Kuat, maka akhirnya dia akan menjadi pemberani karena dibackingi oleh Yang Maha Kuat "LAA HAULA WA LAA QUWWATA ILLA BILLA HIL 'ALLIYYIL'ADHIM" tiada daya dan kekuatan melainkan dengan pertolongan ALLAH yang Maha Tinggi dan Maha Besar. Itulah jiwa seorang muttaqin sebagai yang difokuskan dalam menjalankan ibadah puasa. Semoga puasa yang baru saja kita lakukan itu menghasilkan tujuan yang dimaksud, bukan merupakan pusa yang hanya menghasilkan lapar dan dahaga. Untuk itulah maka sangat berharga sekali dalam rangka qiyamu Ramadhan itu diisi dengan kegiatan-kegiatan amal soleh, misalnya: tadarrus, ceramah-ceramah keagamaan.
Maasyiral muslimin yang berbahagia,
Seseorang kalau dirinya sudah dekat dengan ALLAH, maka ALLAH pun akan dekat kepadanya, bahkan ALLAH lebih segera dalam mendekati hamba-Nya yang mendekati-Nya itu, dan ALLAH akan selalu mengingat dia:
أنا عند ظن عبدي بي، وأنا معه إذا ذكرني، فإن ذكرني في نفسه ؛ ذكرته في نفسي وإن ذكرني في ملأ ذكرته في ملأ خير منهم ، وإن تقرب إلى شبراً ، تقربت إليه ذراعاً ، وإن تقرب إلى ذراعاً ؛ تقربت إليه باعاً ، وإن أتاني يمشي؛ أتيته هرولة
Artinya:
Sikap-Ku terhadap hamba-Ku sesuai dengan anggapan hamba-Ku terhadap Aku, maka dia mengingat-Ku dalam dirinya sendiri. Aku akan ingat dia dalam diri-Ku; dan jika dia mengingat-Ku dalam jamaah Aku ingat dia dalam jamaah yang lebih baik dari jamaah itu dan jika ia mendekati-Ku sejengkal, Aku dekati sehasta; dan jika ia dekati-Ku sehasta Aku dekati dia sedepal dan jika dia datang pada-Ku dengan jalan kaki, aku dekati dia dengan lari.
Demikian firman ALLAH sendiri dalam hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim. ALLAH pun berfirman dalam Al-Quran:
فَٱذْكُرُونِىٓ أَذْكُرْكُمْ وَٱشْكُرُوا۟ لِى وَلَا تَكْفُرُونِ
Artinya: Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu.1 Bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku. (Al Baqarah: 152)
Maka ini dapat kita pahami, bahwa apabila seseorang telah mencapai tingkat taqwa, maka dia akan merasakan ALLAH selalu dekat kepadanya dimanapun dia berada, dia akan merasakan.
ALLAH-lah satu-satunya tempat memulangkan seluruh persoalan yang dihadapinya. ALLAH-lah satu-satunya tempat untnuk mengadukan penderitaan yang dialaminya. ALLAH-lah satu-satunya tempat memohon petunjuk, mohon perlindungan dan mohon ketentraman. Perasaan semacam itu semakin diperlukan dalam menghadapi segala ujian, dimana hidup ini tidak terlepas dari ujian, betapapun manusia itu telah menyatakan berfirman kepada-Nya:
أَحَسِبَ ٱلنَّاسُ أَن يُتْرَكُوٓا۟ أَن يَقُولُوٓا۟ ءَامَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ
وَلَقَدْ فَتَنَّا ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ ۖ فَلَيَعْلَمَنَّ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ صَدَقُوا۟ وَلَيَعْلَمَنَّ ٱلْكَـٰذِبِينَ
Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, "Kami telah beriman," dan mereka tidak diuji? Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta. (QS Al Ankabut ayat 2-3)
Ada dua macam ujian yang diberikan ALLAH kepada manusia: ujian yang berbentuk kesusahan dalam hidup dan kesenangan dalam hidup. Demikianlah sebagaimana dikatakan oleh ALLAH sendiri:
كُلُّ نَفْسٍۢ ذَآئِقَةُ ٱلْمَوْتِ ۗ وَنَبْلُوكُم بِٱلشَّرِّ وَٱلْخَيْرِ فِتْنَةًۭ ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami. (QS Al Anbiya ayat 35)
Antara dua macam ujian tersebut, justru yang lebih berat mempertahankan addalah ujian yang berbentuk kesenangan, kalan dibandingkan dengan ujian kesusahan. Dengan kesusahan hati akan bisa khusuk, jiwa akan tabah menghadapi gelombang hidup dan semakin mantap. Ibarat seorang juru mudi sebuah perahu yang dihentak oleh gelombang maka dia akan semakin mahir membawakan perahunya itu. lain halnya dengan yang serba senang, serba mewah dan serba enak, yang mudah sekali orang bisa tergelincir dan tenggelam dalam lautan hawa nafsu.
Dalam Al Qur'an banyak sekali dicontohkan dengan berbagai tragedi yang menimpa golongan yang terlena dalam kesenangan dan kemewahan. Misalnya kaum 'Ad, kaum Tsamud, kaum Iram yang semuanya itu adalah bermewah-mewahan dalam kekayaan, tapi karena mereka mendurhakai kenikmatan-kenikmatan itu, maka dihancurkan ALLAH sehingga tinggal puing-puingnya.
Dan betapa banyak (penduduk) negeri yang sudah bersenang-senang dalam kehidupannya yang telah Kami binasakan, maka itulah tempat kediaman mereka yang tidak didiami (lagi) setelah mereka, kecuali sebagian kecil. Dan Kamilah yang mewarisinya. (QS Al Qasas ayat 58)
Barangkali disinilah letaknya, mengapa Rasulullah harus mempertanyakan kepada sahabatnya setelah kemenangan demi kemenangan diperolehnya, apa gerangan yang hendak mereka perbuat. Pertanyaan Rasulullah SAW itu berbungi sebagai berikut:
Jika Persia dan Romawi sudah takluk dibawah kekuasaanmu, maka manusia macam manakah kalian waktu itu?
Yakni, jika kamu nanti sudah menjadi bangsa yang besar, bangsa maju, bangsa yang paling kuat, maka kamu akan menjadi bangsa yang macam apa? Pertanyaan itu dijawab oleh sahabat Abdur Rahman bin 'Auf
Kami akan tetap menjalankan hukum sebagaimana diperintah ALLAH
Agaknya Rasulullah SAW masih meragukan, maka dipertanyakan lagi:
Ataukah lain dari itu? bahkan lalu berebutan (kekayaan, pangkat, dsb) lalu kalian saling hasut menghasut, lalu saling berpalingan, lalu saling bermusuhan dsb, bahkan mungkin kalian lalu akan mendatangi rumah-rumah kaum Muhajirin untuk memukul leher sama lainnya.
Pertanyaan dan bayangan ini disampakain oleh Rasullullah SAW 15 abad yang lalu, ketika umat Islam masih sedikit, masih rendah taraf hidupnya kalau dibandingkan dengan Romawi dan Persia.
Kalau kita proyektif ungkapan-ungkapan Rasulullaah SAW dengan keadaan kita atau diabad modern ini, seluruhnya sudah menjadi kenyataan. Sehingga seolah-plah baru saja Rasulullah SAW berbicara dengan kita yang hidup diabad ini.
Diwaktu dalam keadan bahaya, kiata semua telah bersepakat untuk bersatu padu dan akan menegakkan nilai-nilai yang luhur.
Disaat negeri ini berada dibawah cengkeraman penjaja; dan kemudian disusul dengan pemberontakan demi pemberontakan, kita semua seiya sekata untuk mengusir penjajan dan menghancurkan pemberontakan itu dengan berjanji akan menegakkan seluruh bentuk kebaikan dan mendekatkan diri dan kepada Tuhan.
Tetapi setelah semuanya itu berhasil, bahaya sudah hilang, kemerdekaan sudah tercapai, api pemberontakan sudah redup, mulailah masing-masing kita ini berbebut pangkat, berebut kekayaan, berebut kursi dengan egois, dan yang paling tragis lagi kadang-kadang untuk memperolehnya itu dibarrengi dengan menghasut antara yang satu terhadap yang lain, sehingga yang dulunya kawan menjadi lawan, yang dirasa tidak sependirian dibenci.
- Nilai luhur yang disebut ukhuwah, rasa persaudaraan dan solidaritas menajadi kabur, bertukarr dengan nafsu bersaing
- Kesepakatan dan pernyataan sedia berkorban, bertukar dengan cita-cita mencari keuntungan pribadi
- Wa syaawirhum lil amri, bertukar menjadi istibdadi, mau menang sendiri
- Suara hati yang selalu terdengar menjadi bisa, karena takut
- Suara istighfar dan mohon petunjuk kepada ALLAH, bertukar dengan pola kemaksiatan dan ingkar terhadap petunjuk ALLAH
- kita pelihara hasil yang sudah kita peroleh dengan baik-baik
- Kita periksa letak kekurangan dan kelemahan setelah itu kita perbaikinya
- Kita sempurnakan mutu dan nilainya supaya lebih tinggi kualitasnya
- Kita lindungi dia dari bahaya yang mendatang, baik dari dalam maupun dari luar, dengan segenap tenaga yang ada pada kita sendiri.
- Dan jangan lupa, bahwa untuk semua itu kita harus tetap meningkatkan pendekatan kita kepada ALLAH.
Dunia ini ibarat satu kebun yang dihiasi dengan lima perhiasan, yaitu:
- Ilmunya ulama dan cerdik cendekiawan
- Keadilannya umara atau para pemimpin pemerintahan
- Ibadahnya hamba-hamba ALLAH
- Amanahnya para saudagar
- Taatnya kaum buruh dan pegawai terhadap peraturan
Posting Komentar