Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Okupasi Terapi pada Mental Health / Kesehatan Jiwa

Semua orang dapat terkena gangguan kesehatan jiwa. Data dari Riskesdas tahun 2018 menyebutkan bahwa 1 dari 5 orang di Indonesia mempunyai potensi kondisi gangguan kesehatan jiwa. Gangguan kesehatan jiwa bisa mengenai remaja, orang dewasa, hingga lansia. Untuk menangani pasien kesehatan jiwa diperlukan multidisiplin ilmu dan multiprofesi, mulai dari Dokter, Perawat, Psikiater, Psikolog, Okupasi Terapis, dan lain sebagainya. Okupasi Terapi merupakan profesi yang dinamis melihat secara holistik pasien. Mulai dari bagaimana kesehariannya, kegiatan produktivitasnya, hingga bagaiman memanfaatkan waktu luang pasien untuk relaksasi agar tidak kembali terkena gangguan kesehatan jiwa.

Credit: Pebriyanto OTs RSJD. Surakarta

Pengertian Mental Health

Mental health adalah kesehatan jiwa seseorang meliputi kondisi emosional, psikologikal, dan kemampuan sosial. Hal ini semua mempengaruhi cara berfikir kita, cara berasa, dan bagaimana kita bertindak. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan jiwa antara lain faktor biologis, pengalaman hidup, dan riwayat keluarga. Faktor biologis seperti gen dan kimia otak, pengalaman hidup seperti apakah pernah mengalami trauma, abuse atau di bully. Riwayat keluarga apakah ada yang pernah mengalami gangguan kesehatan jiwa juga berperan dalam seseorang terkena kesehatan jiwanya.

Kondisi Mental Health yang butuh penanganan Okupasi Terapi

Beberapa kondisi gangguan kesehatan jiwa seperti neurodevelopmental disorders, depresi, skizofrenia, psikotik, bipolar, kecemasan, obsesif-kompulsif, dan beberapa kondisi lain dari mental illness dimana pasien mengalami limitasi pada tiga area yaitu activity of daily living, productivity, and leisure dapat ditangani oleh Okupasi Terapis. Anda dapat berkonsultasi pada Okupasi Terapis jika mengalami gangguan tersebut.

Instrumen Pemeriksaan Okupasi Terapi pada Mental Health

Selain Mini Mental State Examination (MMSE), BaFPE,  COTE, dan ACLS beberapa pemeriksaan Kesehatan Jiwa yang dapat dilakukan oleh Okupasi Terapis adalah:

  1. Beck Anxiety Inventory (BAI)
  2. Beck Depression Inventory-II (BDI-II)
  3. Cornell Scale for Depression in Dementia (CSDD)
  4. General Health Questionnaire (GHQ-12)
  5. Geriatric Depression Scale - Short Form (sfGDS)

Beck Anxiety Inventory (BAI) 

Merupakan instrumen yang dikembangkan oleh Beck, Epstein, Brown, dan Steer pada tahun 1988. Terdapat 21 butir self-report  atau kuisioner wawancara untuk mengetahui gejala kecemasan pada seseorang yang mungkin dialami dalam beberapa minggu terakhir dan terbukti sebagai indikator yang valid pada kondisi ini. Dalam kuisioner ini juga diukur seperti gejala merasa mati rasa, sulit bernafas, tidak bisa santai, dan merasa grogi. Setiap 21 butir BAI mempunyai nilai antara 0-3. Total nilai antara 0-63 dengan semakin tinggi nilai berarti semakin mengalami kecemasan. Instrumen ini dapat dilakukan dalam waktu 10 menit. Populasi yang dapat diperiksa menggunakan BAI berusia 17-80 tahun.

Beck Depression Inventory-II (BDI-II)

BDI-II dikembangkan oleh Beck, Steer, Ball, dan Ranieri pada tahun 1996 yang merupakan pemeriksaan sendiri atau wawancara yang didisain untuk mengetahui jumlah depresi pada seseorang. Terdiri dari 21 butir yang memeriksa dalam gejala depresi dalam waktu kurun dua minggu. Setiap butir BDI-II bernilai 0-3. Pemeriksaan ini membutuhkan waktu 10 menit. Contoh butir pemeriksaan yang terdapat pada BDI-11 adalah: kesedihan, pesimisme, kegagalan masa lalu, hilangnya kesenangan, perasaan bersalah, perasaan menghukum diri, tidak suka pada diri sendiri, kritik pada diri sendiri, perasaan mau bunuh diri, dan menangis. Populasi yang dapat diperiksa menggunakan BAI berusia 17-80 tahun.

Cornell Scale for Depression in Dementia (CSDD)

 Cornell Scale for Depression in Dementia (CSDD) merupakan pemeriksaan yang dilakukan oleh klinisi yang dikembangkan untuk memeriksa tanda dan gejala utama dari depresi pada orang yang terkena neurocognitive disorders (NCD) dari Alzheimer's dan kondisi serupa (Alexopoulos, 2002). CSDD merupakan wawancara komprehensif untuk mendapat informasi dari pasien dan informan. Wawancara berfokus pada tanda dan gejala depresi beberapa minggu terakhir. Tanda dan gejala depresi diukur menggunakan skala CSDD dan dikategorikan menjadi lima area:

  1. Tanda yang berhubungan dengan suasana hati (kecemasan, kesedihan, kurangnya reaksi pada hal yang menyenangkan, mudah marah)
  2. Gangguan perilaku (agitasi, beberapa keluhan fisik, kehilangan minat)
  3. Tanda fisik (berkurangnya nafsu makan, berkurangnya berat badan, lemas)
  4. Gangguan fungsional (gangguan tidur, sulit tidur, sering terbangun saat tidur malam)
  5. Gangguan ideational (perasaan untuk bunuh diri, harga diri yang buruk, pesimisme, gangguan mood, dan waham)

Tempat Pelayanan Okupasi Terapi pada Mental Health

Pelayanan Okupasi Terapi pada kondisi jiwa dapat dilakukan di Rumah Sakit Jiwa, rumah pasien, kantor/ tempat kerja, pasar,  dan komunitas. 

Intervensi Okupasi Terapi pada Mental Health

Okupasi Terapis dapat mulai melakukan terapi saat pasien di PICU, contohnya adalah: melatih insight diri, melatih membersihkan diri.
Okupasi Terapi melakukan program terapi yang berfokus pada aktivitas keseharian, produktivitas, dan pemanfaatan waktu luang. Pasien yang telah keluar dari PICU (Psychiatric Intensive Care Unit) setelah assessment lebih lanjut, pasien dapat mengikuti program terapi yang dilakukan oleh Okupasi Terapis. Program yang dilakukan antara lain adalah mengenalkan kembali aktivitas keseharian seperti mandi, waktu mandi, makan dengan benar, mencuci piring, membersihkan rumah. Selain aktivitas keseharian, dikarenakan pasien kesehatan jiwa biasanya lepas dari pekerjaanya maka untuk kembali ke masyarakat dan mandiri secara finansial maka Okupasi Terapis melatih produktivitas seperti bercocok tanam, berkebun, membuat kerajinan, membatik, membuat keripik, hingga bisa berjualan atas hasil karyanya. Diperlukan komponen yang kompleks serta multi profesi untuk dapat mengembalikan pasien kesehatan jiwa untuk bergabung kembali dengan keluarga dan masyarakat. Selain hal tersebut, Okupasi Terapis juga melakukan sesi relaksasi, dan grup terapi untuk meningkatkan insight diri.

Credit: Pebriyanto OTs RSJD Surakarta

Okupasi terapis harus kreatif dalam melakukan proses terapi, melihat juga profil okupasional pasien. Pasien yang biasa bekerja sebagai petani dengan level pendidikan dan kemampuannya, dilatih sesuai dengan kesehariannya.

Credit: Pebriyanto OTs RSJD Surakarta

Untuk dapat mandiri secara finansial, mereka dilatih juga cara bertransaksi dengan pembeli. Pengetahuan yang dilatih seperti nilai uang, cara komunikasi, cara bertransaksi dan cara berhitung. 

Credit: Pebriyanto OTs RSJD Surakarta

Okupasi Terapis yang Concern Pada Kondisi Mental Health

Okupasi Terapis pada mental health/ kondisi jiwa sangat sedikit jumlahnya di Indonesia. Walaupun ada, mereka mempunyai limitasi waktu dikarenakan banyaknya pasien yang harus di terapi. Tempat kerja Okupasi Terapis pada kondisi kesehatan jiwa biasanya bekerja pada Rumah Sakit Jiwa atau tempat terapi. Rumah Sakit Jiwa yang menyediakan layanan okupasi terapi mulai dari individual terapi, terapi kelompok, hingga terapi berbasis komunitas.

Beberapa Okupasi Terapis yang concern dalam hal Kesehatan Jiwa adalah DR. Bambang Kuncoro dosen Politeknik Kesehatan Surakarta, Pebriyanto Okupasi Terapis di RSJD. Surakarta, Rinto Okupasi Terapis di RSJ Prof dr. Soerojo Magelang, Ririn Chaerul J Okupasi Terapis di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta Barat, dan masih ada beberapa Okupasi Terapis yang ada di Rumah Sakit Jiwa.

Kesimpulan

Kondisi kesehatan mental atau kondisi kesehatan jiwa memerlukan penanganan Okupasi Terapi mulai dari PICU (Psychiatry Intensive Care Unit) hingga community based. Pasien memerlukan pencegahan dan penanganan sedini mungkin untuk bisa mandiri dalam Activity Daily Living agar lebih cepat mengenal insight diri. Oleh karena itu, Okupasi Terapis harus juga dapat mendapat ilmu yang cukup dalam penanganan kesehatan jiwa dan banyak melakukan penelitian kesehatan jiwa. Masyarakat dapat menghubungi Okupasi Terapis untuk berkonsultasi terkait kondisi mental health. Hubungi kami untuk dapat mereferensikan Okupasi Terapis yang dapat menangani kondisi Anda/ keluarga tercinta Anda. 

Referensi

Crouch R, Alers V, editors. Occupational Therapy in Psychiatry and Mental Health. Hoboken: John Wiley & Sons, Incorporated; 2014

Clewes J, Kirkwood R, editors. Diverse Roles for Occupational Therapists. Keswick: M & K Update Limited; 2016.

Mental Health Promotion, Prevention, and Intervention in Occupational Therapy Practice. The American Journal of Occupational Therapy 2017 Nov;71:1-19. 

McKay E, Craik C, Lim KH, Richards G. Advancing Occupational Therapy in Mental Health Practice. Hoboken: John Wiley & Sons, Incorporated; 2008. 

Bortnick K, editor. Occupational Therapy Assessment for Older Adults : 100 Instruments for Measuring Occupational Performance. Thorofare: SLACK, Incorporated; 2016. 

Mahar Santoso
Mahar Santoso Ketua Divisi Keprofesian Konsil Keterapian Fisik (Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia) Indonesian Health Workforce Council

Posting Komentar untuk "Okupasi Terapi pada Mental Health / Kesehatan Jiwa"